Mourinho yang Penuh Warna Saat Menjalani Petualangan Kedua di Italia
Nama Jose Mourinho bakal lekat dalam ingatan penikmat sepak bola selama bertahun-tahun ke depan. Itu karena warisan luar biasa sang pelatih di dunia sepak bola.
Lebih dari dua dekade terakhir ia nyaris meraih segalanya di level klub. Demikian salah satu nilai lebih pria Portugal tersebut. Namun, bicara tentang Mourinho, melampaui perkara teknis lapangan hijau.
Mou dikenal dengan karakteristik yang penuh warna. Sejumlah pernyataannya ke media terbukti menghibur. Ia tak peduli jika harus mengeluarkan komentar pedas kepada pemain, sesama pelatih, jurnalis, hingga wasit.
La Gazzatta dello Sport merinci berbagai ledakan kemarahan sosok yang kini menangani AS Roma itu, selama empat bulan terakhir. Ini tahun ketiga ia bertugas di I Giallorossi. Kontrak yang bersangkutan di Stadion Olimpico sampai Juni 2024.
Belum jelas, apakah kedua kubu bakal melanjutkan kerja sama atau tidak. Sejak membesut Benfica pada Desember 2000, Mourinho tidak pernah menghabiskan lebih dari tiga tahun beruntun di klub yang sama.
Jelang laga pembuka musim ini melawan Salernitana, Mourinho ditanya tentang perbedaan perlakuan antar pelatih di Serie A. Saat itu, ia terkena larangan mendampingi anak asuhnya. Ia mengaku hanya menginginkan kejujuran dan kesetaraan.
"Jika ada yanag tidak menyukai Mourinho, tidak masalah. Selama pertandingan semua orang harus diperlakukan sama," kata sosok yang menamakan diri the Special One ini, dikutip dari Football Italia.
Selanjutnya, ketika Roma mengalahkan Empoli 7-0, Mourinho masih sempat mengeluh. Ia menyoroti padatnya jadwal I Giallorossi. Ia mencontohkan bagaimana tim seperti Atalanta memiliki jeda empat hari antara satu laga ke laga lainnya.
Sementara I Lupi hanya tiga hari. Mou merasa timnya kurang beruntung atas dasar itu. "Mungkin ada seseorang di liga ini yang tidak menyukai saya," ujar mantan juru taktik Inter Milan, Chelsea, Manchester United, juga Real Madrid itu.
Di konferensi pers yang sama, ia membela Romelu Lukaku dari kemarahan penggemar Inter. Ia merasa kurang tepat jika ada Interisti yang mengecam keputusan Lukaku untuk bergabung dengan Roma. Pasalnya, tanpa pria Belgia itu, I Nerazzurri sudah memiliki setumpuk penyerang.
"Mereka pasti berbahagia untuk mantan pelatihnya yang membutuhkan Lukaku," tutur Mourinho, sinis.
Berlanjut ke situasi lain. Mou frustrasi saat La Magica takluk 1-4 dari Genoa pada akhir September 2023. Media menuliskan Roma menjalani awal musim terburuk di era tiga poin.
Mourinho membela dirinya. Ia merasa juga mengalami awal musim terburuk dalam kariernya. Kendati sulit mendapatkan suntikan keuangan dan tambahan tenaga, Roma masih bisa lolos ke dua final kompetisi Eropa.
Masih banyak ucapan populer yang keluar dari mulut Mou, pada petualangan keduanya di negeri Spaghetti ini. Ia mengecam Papu Gomez yang terbukti mengonsumsi doping. Ia memarahi pemainnya yang tampil buruk saat bertamu ke markas Slavia Praha di Liga Europa.
Mou mengkritisi sikap Domenico Berardi ketika Roma mengalahkan Sassuolo 2-1 pada awal Desember tahun lalu. Ia turut menyinggung pemilihan ofisial di pertandingan tersebut. Keesokan harinya, setelah laga berlangsung, ia hanya menjawabi pertanyaan wartawan dalam bahasa Portugis.
"Bahasa Italia saya tidak cukup halus untuk mengekspresikan konsep tertentu," ujar the Special One.
Teranyar, Mourinho menelan pil pahit. Roma kalah 0-1 saat menghadapi Lazio pada perempatfinal Coppa Italia. Ia mengecam keputusan wasit yang memberi penalti untuk rival sekota mereka itu.
Itulah the Special One. Reaksinya selalu memancing perhatian penikmat sepak bola. Entah karena topik yang disampaikan atau mungkin sosoknya yang lekat dengan imaje kontroversial.